TELAGA WARNA
Narasi Telaga Warna
Pada zaman dahulu, wilayah puncak Bogor ada sebuah
kerajaan bernama ‘Kutatanggeuhan’. Dipimpin oleh raja bernama ‘Prabu
Suarnalaya’ dan permaisurinya bernama ‘Purbamanah’. Dibalik semua kemakmuran
dan kebahagiaan rakyatnya, terselip sedih pada hati raja dan ratu. Pernikahaannya
yang berumur 20 tahun itu, mereka belum mempunyai anak. Berbagai cara telah
dilakukan sang raja dan dibantu juga oleh penasihatnya. Tetapi belum ada hasil,
akhirnya sang penasihat menyarankan untuk mengangkat anak saja. Namun, raja
menolaknya.
Akhirnya Raja Prabu Suarnalaya memutuskan bertapa di
Puncak Gunung Gede. Setelah beberapa hari, datanglah malaikat padanya. Malaikat
itu menyuruh Sang Raja untuk pulang ke rumah, dan mengatakan bahwa Sang Raja
tidak mungkin mempunyai anak dan sebaiknya mengangkat anak. Sang Raja
marah-marah, tapi malaikat itu pergi begitu saja. Raja bersumpah akan tetap
bertapa sampai keinginannya dikabulkan, walaupun iblis yang mengabulkan. Dan
terdengarlah suara, suara itu adalah suara iblis, iblis itu benar-benar
mengabulkan keinginan Sang Raja. Dia akan memberikannya anak, tetapi anak itu
diciptakan dari mata air telaga, dan berpesan untuk tidak pernah memarahinya,
karena akan kehilangan anak itu selamanya. Rajapun lalu pulang.
Beberapa bulan kemudian, Sang Permaisuri merasakan
tanda-tanda kehamilan, tetapi badannya merasa demam. Lalu dibawanya ke tabib,
ternyata Sang Permaisuri benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan sepuluh
hari, lahirlah seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Bayi itu diberi nama Nirwana
Ayu Kencana.
Hari berganti hari, Sang Raja dan Permaisuri selalu memanjakan
anak semata wayangnya itu. Sejak kecil, anak itu sudah sangat nakal. Walaupun
begitu, mereka tidak berani memarahinya, karena mereka takut perjanjian waktu
itu.
Tibalah usia putri ke-17, Raja mencarikan hadiah
terindah, untuk Sang Putri. Raja datang ke rumah ahli perhiasan. Disana, sambil
menunggu kalung pesanannya, Raja melihat anak tukang perhiasan itu yang bernama
Bening. Anak itu begitu manis dan sangat patut terhadap orangtuanya. Raja
melamunkan jika putrinya seperti Bening. Di acara puncak ulang tahun Sang
Putri, Raja memberikan kalung warna-warni itu. Tapi Sang Putri menolak kalung
itu dan melemparnya ke hadapan Ibunya. Habislah kesabaran Raja, ini adalah
pertama kalinya Raja marah terhadap Sang Putri. Tiba-tiba sebuah mata air
muncul di halaman Istana dan membuat sebuah genangan air di halaman Istana.
Rakyat ketakutan dan menyalahkan Sang Putri dan tiba-tiba tubuh Sang Putri
perlahan-lahan menyatu dengan air dan tubuhnya mencair seluruhnya. Sang Raja
berteriak-teriak tapi tidak ada guna lagi, karena tubuh Sang Putri sudah
menghilang
NARATOR : “Zaman dahulu kala, wilayah puncak Bogor
ada sebuah kerajaan yang bernama ’Kutatanggeuhan’ yang dipimpin oleh Raja Prabu
Suarnalaya dan permaisurinya bernama Purbamanah. Tetapi mereka belum mempunyai
anak dan penasihatpun menyarankan agar prabu dan ratu mengangkat anak.”
*)
Di panggung, Raja dan Ratu duduk berdua. Ratu bermuka melas dan sedih, begitu
juga Raja
Penasihat : “Maaf Yang Mulia, saya mengganggu
sebentar.”
Raja :
“Tidak apa-apa penasihatku, ada apa kau datang menghadapku?”
Penasihat : “Begini yang mulia, setelah kita
mencari beberapa cara untuk Yang Mulia bisa mempunyai keturunan, tidak ada satu
carapun yang berhasil, saya sarankan agar Yang Mulia memilih jalan lain.”
(begini yang mulia, setelah mencari beberapa cara agar yang mulia memiliki
keturunan namun yang kita lakukan tidak berhasil, hamba memiliki saran yang
mulia)
Raja :
“Jika begitu apa itu penasihatku?”
Penasihat : “Yang Mulia, saya sarankan agar Yang
Mulia mengangkat anak saja.”
Raja : “Tidak, penasihatku! Bagi kami anak kandung lebih baik dari pada
anak angkat.”
Penasihat : “ Tapi, Yang Mulia ....”
Raja :
“Tidak ada kata tapi penasihatku, sudahlah lebih baik kau beristirahat saja.”
Penasihat : “Baiklah Yang Mulia, saya permisi.”
NARATOR : “Sang Raja melihat Ratu yang sering
menangis di halaman istana, Rajapun ikut sedih.”
Raja : “Sudahlah Dinda pasti kita
akan memiliki anak.”
Ratu : “Iya, tentu saja Kanda.”
NARATOR : “Suatu hari, Raja memutuskan untuk bertapa
di puncak gunung.”
Raja : “Dinda, aku akan pergi untuk
sementara waktu untuk bertapa di puncak gunung.”
Ratu : “Baiklah, hati-hati Kanda.”
NARATOR : “Setelah beberapa hari kemudian, datanglah
malaikat mendekati Raja yang sedang bertapa.”
#DI PUNCAK GUNUNG#
Malaikat : Suarnalaya, pulanglah saja kau. Kau
memang tidak pernah mempunyai anak, itu sudah garis takdirmu, sebaiknya kau
mengangkat anak saja.”
Raja : “TIDAK!!! Aku tidak akan
pulang sebelum hajadku ini ada yang mengabulkan sesekalipun iblis.”
Iblis : “Suarnalaya, ada hajad apa
kau bertapa disini?”
Raja : “Aku ingin mempunyai
keturunan. siapa kau? bisakah kau membantuku?”
Iblis : “Aku iblis penjaga gunung
ini, aku bisa menuruti hajadmu, kan ku buatkan kau anak yang ku ciptakan dari
air mata telaga, dengan satu syarat kau tidak boleh memarahinya. Jika kau
memarahi dia, kau akan kehilangan dia selamanya.”
NARATOR : “Setelah itu Rajapun pulang dan beberapa
bulan kemudian, sang permaisuri merasakan tanda-tanda kehamilan, tetapi badanya
merasa demam. Lalu dibawanya ke tabib.”
Ratu : “Kanda, aku merasa pusing dan
mual, tapi badanku juga demam.”
Raja : “Dinda, mari kita ke tabib
saja.
#DI RUMAH TABIB#
Raja :
“Tabib, periksalah istriku ini, sepertinya ada yang aneh.”
Tabib :
“Baiklah, Yang Mulia.”
BEBERAPA
MENIT KEMUDIAN
Tabib : Istri Yang Mulia tidak apa-apa,
tapi Yang Mulia harus bahagia, karena istiri Yang Mulia hamil dan masalah demam
itu, istri Yang Mulia hanya terlalu letih saja.”
Raja :
“Benarkah, ini adalah berita paling indah.”
NARATOR : “Setelah 9 bulan berlalu, lahirlah seorang
putri cantik yang diberi nama ‘Nirwana Ayu Kencana’. Setiap hari putri selalu
dimanjakan oleh raja dan ratu. Sejak kecil sang putri sudah sangat nakal,
walaupun begitu raja dan ratu tidak berani memarahinya, karena mereka takut
pada perjanjian iblis.”
Putri :
“Bunda, aku ingin 70 ekor kuda yang bersayap.”
Ratu :
“Bagaimana Bunda harus mencarinya sayangku?”
Putri :
“Aku tidak mau tahu, pokoknya aku mau itu!”
Ratu :
“Ganti yang lain saja putriku?”
Putri :
“Bunda pelit....!”
NARATOR : “Tibalah usia putri yang ke-17, Raja mulai
mencari pernak-pernik yang indah. Raja pergi ke tukang perhiasan.”
Raja :
“Selamat siang, apakah ini benar rumah ahli perhiasan?”
Istri Ahli Perhiasan : “Benar, tuanku. Sebentar saya panggilakan
suami saya.”
Ahli Perhiasan : “Iya, tuanku, ada yang bisa saya bantu?”
Raja :
“Bisakah anda buatkan aku kalung yang paling indah buat putriku.”
Ahli Perhiasan : “Tentu tuanku, tunggulah sebentar.”
Raja :
“Terimakasih banyak.”
Ahli Perhiasan : “Sama-sama tuanku.
NARATOR :
kemudian sang ahli perhiasan memanggil putrinya.
Ayah
: “Bening....!”
Bening :
“Iya, ayah ada apa?”
Ahli Perhiasan : “Tolong ambilkan palu nak.”
Bening : “Baik ayah, tunggu sebentar.
(sambil mengambilkan palu di meja) ini ayah palunya.”
NARATOR : “Sang Raja melamun, anak itu begitu manis
dan patuh, andai saja sang putri seperti Bening. Setelah beberapa lama kemudian
kalung pesanannya jadi, setelah itu raja kembali ke istana.”
DIACARA
PUNCAK
Raja :
“Anakku, terimalah hadiah ini untukmu diusia ke-17 ini.”
Putri : “Apa ini ayah (lalu dibukalah
kado dari ayahnya) hah....!!! kalung apa ini, aku tidak suka (lalu dilemparlah
kalung itu dan mengenai ibunya).”
Raja :
“(marah) Dasar anak durhaka kau.”
NARATOR : “Tiba-tiba ada mata air muncul dihalaman
istana dan membuat sebuah genangan, rakyat takut dan menyalahkan sang putri.”
#Semua rakyat menyalahkan sang putri#
NARATOR : “Tiba-tiba tubuh sang putri menyatu dengan
air dan mencair seluruhnya. Air itu menjadi berwarna yang disebabkan oleh
kalung yang dilempar sang putri tadi bercampur dengan air. Sang Raja
berteriak-teriak tapi tidak ada guna lagi. Dan akhirnya genangan air itu
disebut dengan Telaga Warna.”
*TAMAT*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar